INI baru namanya berita
berisi pernyataan paling mantap semantap mantapnya mantap. Eh, bukan penulisan beritannya yang mantap, tapi makna beritanya kawan.
Buruhkata saja jadi riang dan hampir
jatuh dari kursi goyang di teras rumah, Sabtu (14 Mei 2016), ketika menatap nyembulnya
tautan berita itu di layar android. Bukan cuma Buruhkata yang riang, susu yang sedang diseruput pun ikut gembira dan
meluber di kumis, jengot, hingga keluar dari lubang hidung.
Alasannya, dari judulnya saja, berita itu sungguh... Eeee...Hmmm..
Ah entah bagaimana mengungkapkannya. Seperti makan permen Nano-nano. Tahu kan rasa permennya? Manis tapi asin, tapi asam
juga, ramai rasanya.
Inti beritanya sih
biasa, tentang polemik pemberian gelar adat dari Aliansi Masyarakat Adat
Bolaang Mongondow (Amabom) yang ditentang berbagai kalangan. Pertentangan itu pun
sudah bergulir sejak Om Sumarsono, Plt Gubernur Sulut kala itu, disematkan gelar
adat sama Amabom. Bahkan, Katamsi Ginano, ikut menampar dengan artikelnya,
“Gelar adat odong-odong.” Begitu tulis Bang Katamsi di laman kronikmongondow.blogspot.com, Selasa (01 Desember 2015),
hahaha.....
Namun yang bikin riang Buruhkata,
bukan soal berita gelar adat atau Amabom-nya, tapi kalimat dari pernyataan narasumber
berita itu yakni, Jemmy Lantong. Ketua Harian Amabom itu memberikan pernyataan
yang sarat motivasi, bahkan nilai motivasi tingkat tinggi setinggi tingginya tinggi.
Pernyataan itu khusus menampar sekaligus memotivasi para pelaku media berita
online di Bolmong Raya.
Pernyataan apa itu? Ini beritannya:
(http://www.totabuannaton.com/aspirasi/jemmy-lantong-pemberitaan-media-online-tidak-perlu-tanggapi-kecuali-media-cetak-saja/)
Jemmy Lantong :
Pemberitaan Media Online Tidak Perlu Saya Tanggapi, Kecuali Media Cetak Saja.
Begitu judul berita yang disajikan media online Totabuannaton.com, Sabtu (14
Mei 2016). Bagaimana kawan, ketemu tidak
nilai motivasi dari kata-kata Jemmy Lantong (JL) itu?
Jadi begini maksud kata Pak Haji JL. Bagi dia, berita media
cetak lebih dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan ketimbang media online. Itu
inti pernyataannya.
Sekarang, kenapa pernyataan itu keluar dari narasumber yang malah
sedang diwawancarai seorang wartawan media online? Alasannya ya itu, kuatnya
kepercayaan kepada media cetak dengan tingginya tingkat akurasi dan verifikasi
beritanya, bukannya disaingi, media online malah memperparah dengan buruknya kualitas
beritanya. Lebih menyedihkan, media online berkualitas rendah saat ini muncul dan terus beranakpinak
seantero Bolaang Mongondow Raya.
Bagi Buruhkata,
Pak Haji JL termasuk salah satu tokoh publik yang paling cepat ngeh dengan buruknya tumbuh-kembang (kayak bayi hehehe) media online saat ini. Sebagai tokoh publik,
tentunya dia tidak sembarang melemparkan pernyataan itu.
Buruhkata yakin, JL
salah satu tokoh yang merasakan langsung dampak negatif perkembangan media online di bumi para
Bogani. JL menjadi salah satu tokoh publik yang berani merespon carut-marutnya media
online sontoloyo saat ini. Makin banyaknya media online di Bolmong Raya, bukan
menambah tingkat kepercayaan publik namun sebaliknya, malah media online itu
sendiri yang merusak citranya. Di sini Buruhkata
tidak men-general semua media online, tapi Buruhkata
yakin semua dari mereka dianggap sama.
Dasar pengembangan pernyataan JL ini bukan sembarang Buruhkata kemukakan di sini, tapi itu korelasinya dengan realita
saat ini.
Begini kawan, lihat saja bagaimana media cetak menyajikan
berita untuk bisa dikonsumsi publik. Media cetak menempatkan akurasi sebagai
hal penting sehingga membutuhkan proses sebelum dilempatkan ke publik. Karena prosesnya itu, artinya berita tidak langsung bisa dikonsumsi publik. Beritanya harus melalui proses editing, layout, proof reading,
dan kemudian dicetak. Bahkan, seringkali para layouter turut menambah akurasi
pemberitaan. Hebatkan? Dengan demikian, karena proses
panjang itulah maka sudah sepantasnya media cetak dianggap lebih kredibel ketimbang media
online.
Kita semua tahu lah, media online cuma mengutamakan kecepatan dan mengabaikan akurasi. Gaya media online itu juga diperparah
dengan mekanisme dapur redaksi yang menyajikan berita tanpa proses editing. Mungkin ada yang pakai mekanisme editing sebelum berita tayang,
tapi dipastikan, yang ngedit orang
yang tidak kompeten dan dilakukan sekenanya pula.
Lihat saja bagaimana kualitas berita-berita media online di Bolmong Raya saat ini. Status aneh-aneh di BBM, facebook, SMS,
bisa langsung dibikin berita. Jika berita merugikan sepihak, mereka tak peduli,
asal muat saja. Toh, mereka
beranggapan orang yang dirugikan bisa memberikan hak jawab. Hahaha.... gagap
kode etik.
Oh iya, lihat juga kasus heboh terbaru soal perempuan Manado diperkosa 19 pria. Kemarin, pihak Polda dalam
jumpa pers malah menyebut tidak ada unsur pemerkosaan di kasus itu. Artinya,
yang memerkosa si gadis, ya, para media online, yang jumlahnya lebih dari 19. Hahaha....
Ah begitulah, yang penting sekarang sudah ada Pak Haji JL. Semoga motivasi Pak Haji itu bisa menjadi dorongan para pelaku media online untuk menjadi lebih baik lagi. Bahkan tak hanya itu, bisa saja motivasi Pak Haji membuat media online di Bolmong Raya jadi tergerak untuk bisa sejajar atau bahkan menaklukan media cetak. Tentunya perkuat akurasi berita, kalau perlu buang pikiran-pikiran yang berorientasi hanya pada trafik atau jumlah pengunjung (visitors). Toh, pendapatan cuma dari kontrak kehumasan, bukan dari google.
Kawan pembaca yang budiman, di akhir artikel ini, sebagai bentuk penghargaan kepada Drs. Hi. Jemmy Lantong atas
jasanya menelurkan penyataan mantap semantap mantapnya mantap, Buruhkata memberikan gelar kepadanya, “Bapak Motivator Media Online”.
Ssssstt.. ada satu rahasia kawan. Dengar-dengar, ada pernyataan Pak Haji JL saat wawancara, yang tidak
dituliskan si wartawan Totabuannaton.com di beritanya. Sumber Buruhkata yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan, Pak Haji JL di akhir wawancara sempat menyebut, “Keren Itu Wartawan
Media Cetak”.
No comments:
Post a Comment