MAKIN hari makin kencang
terasa semrawutnya tulisan jongkok yang diklaim sebagai produk jurnalistik sejumlah situs sontoloyo produk lokal Bolaang Mongondow Raya (BMR). Bagi mereka
yang aktif di beberapa grup facebook lokal BMR pasti terbiasa disuguhkan
notifikasi kiriman URL situs-situs berlagak portal berita. Menjengkelkan memang.
Apalagi judul-judul tulisan yang diunggah tak masuk kategori berita, tak bermutu pula.
Bukan hanya itu, belakangan ini situs-situs besutan manusia-manusia
dungu itu mulai memakan korban. Bagi netizen yang aktif di salah satu grup
facebook berjudul “Sahabat DeMo Dari BolMongRaya Untuk Indonesia”, pasti tahu
lah perkara Papa Asep. Ya, korbannya sang admin sendiri, Denny Mokodompit. Ada
juga kasus seorang warga yang akun facebook-nya kena hack, eh malah diberitakan
lakukan aksi pornografi.
Jika didata, tak bisa dielakkan sudah banyak korban dari tulisan
wartawan gadungan bermodal situs serampangan belakangan ini. bahkan yang
terkini, seorang birokrat muda pun ikut jadi korban. Tahlis Gallang namanya. Tahlis
yang menjabat Sekretaris Kota Kotamobagu itu diseruduk berita dungu dengan masalah
konyol sekonyol konyolnya konyol karya situs sontoloyo bernama bmrpost.com.
Awalnya Buruhkata
tak begitu memperhatikan ketika kiriman berita berjudul “Warga Kebanjiran, Sekot Angkat Jempol” suguhan bmrpost.com nongol
di grup facebook. Maklum, dari judulnya saja bisa dipasti isinya tak bermutu, wajarlah
tak digubris. Tapi, beberapa waktu kemudian muncul tulisan dari akun facebook Octav
Stalen Singal soal berita itu. Begini tulisannya:
Meski pening baca tulisannya, Buruhkata segera menelusuri apa gerangan yang terjadi. Ternyata
menarik kawan, hasil penelusuran menyimpulkan Tahlis Gallang jadi korban media
online sontoloyo.
Jadi begini, perkara Tahlis Gallang ini hanya lantaran ia
mengometari akun facebook bernama Redaksi Bmr Post dengan emoticon (emotional icon) acungan jempol. Parahnya, emoticon itu kemudian dijadikan subjek berita
dengan penafsiran bahwa Tahlis Gallang senang atas musibah yang menimpa warga. Ckckck....gila!
Mungkin karena merasa ada yang salah dengan berita tersebut,
Tahlis pun kemudian memblokir akun Redaksi Bmr Post dari pertemanannya. Aksi itulah
yang kemudian direspon akun Octav Stalen Singal lewat kiriman tulisannya di
grup facebook. Ternyata pemilik akun Octav itu merupakan si penulis berita.
Hebatnya, di situs bmrpost.com dia juga menjabat pemimpin redaksi.
Bagi Buruhkata,
sangat wajar jika seorang Tahlis Gallang melakukan aksi blokir pertemanan
facebook. Soalnya, berita suguhan bmrpost.com sudah jelas melanggar Kode
Etik Jurnalis (KEJ). Selain itu, bisa disusul juga laporan polisi dengan ancaman pidana pencemaran nama baik (UU ITE)
kepada pewartanya. Kenapa demikian? Begini penjelasannya.
PELANGGARAN KEJ
Pertama: Metode konfirmasi yang dilakukan wartawan bmrpost.com tidak profesional. Alasannya, upaya konfirmasi menggunakan akun facebook bernama Redaksi Bmr
Post, tidak serta merta membuat narasumber tahu bahwa akun itu mewakili perusahaan
pers atau konfirmasi resmi wartawan. Sebagaimana KEJ menegaskan bahwa wartawan dalam
melaksanakan tugas harus menempuh cara-cara yang profesional. Salah satunya
dengan menunjukkan identitas diri kepada narasumber.
Apalagi inti beritanya bukan sesuatu yang urgen/mendesak. Bukan pulak sebuah berita investigasi yang "kecenderungan" bisa dibenarkan melakukan cara tertentu dengan hak istimewanya.
Apalagi inti beritanya bukan sesuatu yang urgen/mendesak. Bukan pulak sebuah berita investigasi yang "kecenderungan" bisa dibenarkan melakukan cara tertentu dengan hak istimewanya.
Kedua: Dalam berita berjudul “Warga Kebanjiran, Sekot Angkat Jempol” itu, memuat opini/penafsiran subjektif pewartanya.
Dalam opininya, wartawan bmrpost.com menghakimi alias menuduh Tahlis Gallang
selaku sekretaris kota yang merasa senang dengan keluhan warga yang tertimpa
musibah. Berikut penggalan paragraf dari berita dimaksud:
Sekretaris Kota
(Sekot) Kotamobagu saat di mintai tanggapan terkait hal tersebut malahan
memberikan respon yang sangat mengagetkan. Dirinya malah memberikan isyarat senang dengan member Jempol saat dimintai
tanggapan terkait kejadian dan keluhan warga tersebut.
(Tulisan di atas asli disalin dari bmrpost.com. Kalau ada kata
serampangan dan tidak genap hurufnya, harap maklum. Dan soal pelanggaran KEJ
terkait berita mengandung opini wartawan, tidak diurai lagi di sini. Alasannya
sudah berkali-kali Buruhkata tulis di atrikel-artikel sebelumnya. Cek di
sini, KLIK)
Kenapa berita itu mengandung opini menghakimi? Alasannya, ternyata
emoticon yang diunggah Tahlis Gallang hanya menanggapi informasi dari akun warga
bernama Redaksi Bmr Post. Apalagi jelas tidak ada unsur permintaan tanggapan/konfirmasi
dalam komentar tersebut.
(Pak sek ada warga sampana kelurahan Kotamobagu meminta supaya bantaran sungai air yang ada di depan lorong SMAN4 agar di perlebar...karna menurut dorang tiap kali terjadi hujan air dari saluran air kering masuk ke rumah..dan hujan kemarin sampai merusak jalan utama..aspal di jalan tersebut sekarang rusak parah..hingga menggangu pengguna jalan)
Kalau dipersingkat tulisan di atas seperti ini. "Pak sek warga sampana meminta bantaran sungai diperlebar karena bekeng banjir dan menggangu pengendara".
Nah, coba kawan baca-baca deh. Bagian mana dari paragraf pada gambar di atas yang ada unsur pertanyaannya atau meminta tanggapan. Tidak ada kan? Apalagi jelas-jelas tidak ada tanda tanya di situ. Wajarlah Tahlis menganggap itu adalah informasi dan dibalasnya dengan unggahan emoticon acungan jempol.
Emoticon bergambar acungkan jempol memiliki
banyak pengertian, di antaranya “Oke”, “Sip”, "Setuju", "Suka", "hebat" dan banyak lagi. Jika dikaitkan dengan tulisan akun Redaksi Bmr Post tersebut, lebih tepatnya emoticon Tahlis itu diartikan sebagai
pernyataan “Oke”, “Sip”, dan maksud lain dengan arti menerima
informasi tersebut.
Barulah setelah emoticon jempol diunggah Tahlis Gallang,
kemudian akun Redaksi Bmr Post kembali mengomentari dengan kata-kata pertanyaan.
Belum diketahui apa jawaban Tahlis pada komentar kedua akun Redaksi Bmr Post itu.
Tapi wajarlah Tahlis hemat menanggapi. Kan, akun yang
bertanya tidak jelas, dan bisa disangka akun facebook palsu. Sekali lagi, wajar juga
Tahlis hemat menanggapi karena yang meminta konfirmasi bukan wartawan, tapi akun
facebook entah milik siapa. Atau mungkin bisa saja setelah mengunggah emoticon, Tahlis
tiba-tiba sibuk urus sesuatu hingga tak sempat menjawab pertanyaan kedua akun tersebut.
PELANGGARAN PIDANA
Pertama: Nah, ini yang menakutkan, soalnya bisa-bisa berujung penjara.
Persoalannya, jika ternyata situs bmrpost.com bukanlah perusahaan pers, maka tidak
ada pelanggaran KEJ di situ, tapi yang ada malah ancaman pelanggaran pidana pencemaran nama
baik. Ya, tinggal dicek apa situs bmrpost.com itu berbadan hukum, yang tentunya badan hukum sesuai edaran Dewan Pers. Cek di sini [KLIK]
Kedua: Persoalan ini juga, kan, melebar ke sebuah kiriman tulisan
(postingan) akun facebook bernama Octav Stalen Singal. Melalui akun itu, Octav menyebut Sekretaris Kota Kotamobagu cuek-cuek bebek dan tidak profesional. (cek gambar paling atas)
Jika Tahlis mempersoalkan juga tulisan tersebut, maka rananya
bukan lagi urusan pers tapi pidana pencemaran nama baik dalam UU ITE. Mengingat
yang ditulis adalah Sekretaris Kota Kotamobagu, artinya yang dimaksud “cuek-cuek bebek dan tidak profesional” bukanlah
pribadi Tahlis Gallang tapi Sekretaris Kota Kotamobagu.
Seandaiya Buruhkata yang
jadi sekretaris kota, sudah diinstruksikan Bagian Hukum, Humas, tak terkecuali Tim Kura-kura Ninja Satpol PP Pemkot untuk beraksi.
Hohoho.... Sekian dan terima kasih.
Oh iya lupa, selamat menjalankan ibadah puasa bagi bapak/ibu para wartawan sungguhan, baik yang online, radio, cetak dan televisi seantero BMR.
Sah,, penjelasan yang akurat. "Semoga menjadi pembelajaran bagi teman-teman jurnalis agar lebiha hati-hati dalam menulis berita" #SALUT BUAT BURUH KATA#
ReplyDeleteHAHAHAHA, Gaga ini tanggapan
ReplyDeleteTulisan ini menjadi guru yang sangat baik ....alangkah baiknya jika sipemilik akun bisa bersua untuk memberi motivasi serta pemahaman yang lebih dari apa yang masih belum saya ketahui..syukron
ReplyDeletebelajar jurnalistik dlu. ikut training dulu baru bikin media (tr)
ReplyDeleteiko training jurnalistik dlu baru bikin media. biar gak malu maluin
ReplyDeletehaha. traning dlu (tr) baru bikin media..biar nda malu maluin...
ReplyDeleteasa
ReplyDeleteSebenarnya untuk jadi seorang jurnalistik yg profesional,mudah broo, konfermasi langsung tatap muka dan memiliki data yg akurat
ReplyDeleteKonfemasi dan memiliki data yg akurat...itu aja ko, repot
ReplyDeletekeren tulisannya.. dan bbrpa tulisan di blog ini sudah saya baca dan ulasannya bagus, trutama bwt media" yg dibangun dgn advertorial dan kontrak pemberitaan agar ttp mengedepankan kaidah jurnalistik, kode etik dan uu pers dan terutama kepentingan publik diatas kepentingan elit kuasa anggaran rakyat utk media. salam kenal buat admin, saya sendiri anak kotamobagu yg skg bekerja sbg wartawan biro manado di kompas tv.
ReplyDelete