Haluan

Buruh adalah manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lain dari majikan. Sedangkan Kata, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring (Dalam Jaringan / Online) edisi III adalah, unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa.

Foto Jurnalistik Terbaik Dunia

Foto Jurnalistik Terbaik Dunia

Thursday, April 28, 2016

Judulnya Santun, Isinya Tak Beretika


"Aku tidak sanggup lagi untuk tidak menerima amplop. Aku tidak sanggup lagi melihat anakku Gibran yang selalu tersenyum lucu meskipun tubuhnya dibalut baju yang sempit." Begitu sepenggal surat terbuka Bung Jarar Siahaan, saat mundur diri dari keanggotaan AJI (aliansi Jurnalis Indonesia) 2007 silam.
Meski menerima amplop, Jarar mengaku menolak jika dikatakan telah melacurkan idealismenya sebagai seorang jurnalis yang memegang teguh kebenaran. Baginya, wartawan boleh menerima amplop selama amplop itu tidak untuk merekayasa berita.

“Jangan kalian 'rusak' para jurnalis pemula dengan kampanye tolak-amplop. Yang harus dilakukan AJI adalah mendesak semua media agar menggaji wartawannya dengan layak. AJI harus berani menggalang semua wartawan untuk mogok kerja. Setelah itu terpenuhi, barulah “sikat” wartawan yang menerima amplop. Dan sebelum media memberi gaji layak, hentikan kampanye tolak-amplop. Jangan sampai ada [lagi] wartawan yang lugu mengorbankan anak-istrinya demi paham yang kalian ciptakan,” tulis Jarar.

Surat terbukanya itu, Jarar kirimkan ke beberapa media nasional di Jakarta, Dewan Pers, AJI dan lembaga terkait lainnya. Surat itu juga masih bisa dibaca di milis yang diposting Andreas Harsono. Ya, Jarar juga turut melayangkan surat yang sama secara pribadi kepada ketua Yayasan Pantau itu, yang kini menjadi penulis freelance di sejumlah media internasional.

"Kurindukan suatu hari nanti, koran yang begitu akan mati; sebab mereka sering membunuh kebenaran. Kuimpikan detik ini, setiap warga akan menulis dan mengedit beritanya sendiri. Blog adalah tempat di mana hati nurani bisa Merdeka,” tulis Jarar.

Berkaca dari sikap Jarar itu, betapa sulitnya nurani seorang wartawan untuk berjuang independen. Dia meninggalkan profesinya sebagai jurnalis yang telah ia geluti selama hampir 12 tahun. Ia bahkan menolak ketika ditawari menjadi redaktur di Global, sebuah media lokal yang dianggapnya cerdas dan menyejukkan. Ia lebih memilih menjadi penulis lepas daripada menjadi awak redaksi, sekalipun menjadi redaktur di media itu. Dan sejak itu pula ia memutuskan tidak akan kembali terikat dengan media manapun, selamanya. Dia ingin menjadi jurnalis yang independen, yakni melalui blog. Melalui blog, Jarar menemukan di mana tempat nurani bisa merdeka.

Sikap Jarar Siahaan sepatutnya harus ada di setiap jiwa-jiwa para pewarta muda saat ini, pun harusnya bisa menggerakkan hati para pemilik perusahaan media. Terlebih, tentunya, para wartawan [yang mengaku senior] untuk mendidik, berjuang, mengembalikan jurnalisme ke tempatnya semula.

Bagi Buruhkata, jurnalisme adalah pekerjaan orang-orang kreatif. Tak hanya kreatif, seorang jurnalis wajib memiliki nurani yang merdeka, pun dituntut memiliki independensi yang kuat. Anda tidak demikian? Nanti ada ribuan lowongan kerja baru; melamarlah jadi CPNS. 

Hei, wartawan adalah profesi mulia, sangat disayangkan predikat mulia ini makin menghilang rohnya dirusak manusia-manusia bermodal sebuah laptop dan website [murah], serta sejumlah kartu pers. Apa mau dikata, nasi sudah menjadi tai.

Ya, media online, masih dikata salah satu gerbong baru dunia jurnalistik. Ekspetasi akan munculnya media-media independen dengan semangat reformasinya ternyata hampa belaka. Bak buah simalakama, kebijakan baru pemerintah terkait modal dasar pendirian badan hukum PT (perseroan terbatas) pun jadi celah muncul dan beranakpinaknya media berita online karbitan seantero Indonesia, terlebih di Bolaang Mongondow Raya (BMR).

Kalau Jarar Siahaan memilih jalur online untuk tetap menjunjung independensinya, beda halnya dengan motif sejumlah wartawan di BMR yang memilih jalur cyber itu. Lihat saja berita-berita berseliweran saat ini. Salah satunya yang terkini adalah berita yang dipublikasikan situs Beritatotabuan.com. Media ini menuliskan judul yang santun, namun isinya tak beretika, bau penjilat pula.

Kenapa demikian, berikut salinan isi berita milik situs Beritatotabuan.com yang baru dipublikasi beberapa jam lalu;
BERITATOTABAN.COM, BOLTIM – Demonstrasi yang dilakukan oleh segelintir warga yang mengatas namakan Aliansi Masyarakat Peduli Bersatu, Rabu (27/04/2016) kemarin, di gedung DPRD Bolmong Timur, diduga telah ditunggangi. Hal ini dikatakan oleh Bupati Boltim, Sehan Lanjdar SH saat dikonfirmasi sejumlah awak media. “Apa maksud mereka ingin menurunkan saya dari jabatan Bupati Boltim?. Saya mencurigai ada elit-elit yang punya kepentingan dibalik demo tersebut,” ucap Sehan.

Dirinya pun menegaskan tidak ingin meladeni demonstrasi tersebut. “Itu adalah kelompok yang memiliki kepentingan lain, Saya tidak ingin menanggapi hal tersebut,” tegasnya.

Dalam demonstrasi tersebut, puluhan warga mendatangi kantor DPRD Bolaang Mongondow Timur. Anehnya, dalam aksi tersebut mereka meminta sejumlah tuntutan yang pada ujung-ujungnya ingin menurunkan Sehan Landjar dari kursi Bupati Boltim, Demo yang dipimpin oleh Subrata Korompot tersebut berlangsung sekitar pukul 16.30 Wita. Dimana, dalam teriakan mereka melalui pengeras suara, para demonstrasi menuding hal yang tidak-tidak terhadap kebijakan Bupati Boltim selama ini, dengan menyangkut pautkan pada persoalan pilkada Boltim beberapa waktu lalu.

“Kami meminta kepada DPRD Boltim untuk segera menjalankan hak interpelasi, hak hak angket, dan hak menyatakan pendapat kepada kepala daerah dalam hal ini Bupati Boltim atas nama Sehan Landjar, karena Tidak melaksanakan himbauan presiden untuk merangkul lawan politiknya, serta sengaja membuat masyarakat terkotak-kotak dengan sering mengatakan yang menang berkuasa dan yang kalah berpuasa. Tidak hanya itu, Bupati juga selalu bersikap kasar dan arogan kepada masyarakat yang tidak mendukungnya pada pilkada lalu,” ujar para demonstran itu dihadapan kantor DPRD Boltim.

Lebih anehnya lagi, para pengunjuk rasa ini menyentil soal kebijakan bupati yang telah melakukan mutasi terhadap para PNS yang dinilai tidak mendukungnya pada Pilkada lalu. Sayangnya apa yang disuarakan para pengnjuk rasa tersebut tidak begitu kuat. Pasalnya, bukti-bukti dari tudingan yang disuarakan mereka tidak dibawa serta.

Untungnya,empat anggota DPRD Boltim, masing-masing, Antonius Afendi Muaya, Rael Agow, Abdul Rahman Ambarak, dan Umar Mokoapa masih menerima para pengnjuk rasa tersebut. (jun)

Betapa mental penjilat tercium hangat pada isi berita penuh liur di atas. Dengan mudahnya wartawan ini menghakimi segelintir warga yang mendemo dengan kata aneh! Padahal menurut KBBI, kata "Aneh" adalah tidak seperti yang biasa kita lihat (dengar dan sebagainya); ajaib; ganjil. 

Nah, dari pengertian itu, bagian mana dari aksi/tuntutan pendemo yang aneh; ganjil; ajaib?

Tak hanya itu, wartawan Beritatotabuan.com dengan gamblang menyebut, "Para demonstrasi [pendemo] menuding hal yang tidak-tidak." Hei, wartawan, para pendemo melakukan hal yang tidak-tidak menurut siapa?

Lalu, ketika pendemo menyentil kebijakan bupati melakukan mutasi (lihat berita paragraf 5), bagian mana yang dimaksud lebih-aneh-lagi?

Sungguh menyakitkan melihat tulisan berita itu. Tak ada lagi nurani di situ.

Inilah wajah dunia jurnalistik di bumi Totabuan. Begitu gampangnya opini wartawan masuk dalam tubuh berita. Musababnya, karena kualitas SDM wartawannya bermental penjilat. Jadilah berita yang tidak independen. Padahal, larangan keras dalam jurnalistik adalah wartawan menulis opini atau pendapat pribadinya terhadap suatu pesoalan atau obyek dalam berita yang dipublikasikannya.

Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) telah terang dan jelas menekankan soal itu; Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
  • Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
  • Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
  • Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
  • Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Belum cukup dengan pasal 1, kepala wartawan ini harusnya dicuci lagi dengan pasal 3 KEJ; Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
  • Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
  • Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
  • Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
  • Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Terkadang, Buruhkata terpikir untuk lebih baik menahan kegundahan atas dangkalnya otak-otak pewarta seperti penulis berita di atas. Bahkan seorang teman [wartawan] lewat BBM menyebut, "Biarlah mereka tetap bodoh."

Apa harus demikian, ya?

No comments:

Post a Comment