Haluan

Buruh adalah manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lain dari majikan. Sedangkan Kata, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring (Dalam Jaringan / Online) edisi III adalah, unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa.

Foto Jurnalistik Terbaik Dunia

Foto Jurnalistik Terbaik Dunia

Sunday, February 5, 2017

Dungu Berita Sita Jaminan



SUNGGUH, letupan kekesalan buruhkata tertahan-tahan membaca berita unyu-unyu soal proses persidangan perkara perdata yang melibatkan Calon Bupati Bolmong Salihi Mokodongan. Bukan lelah mengkritisi, hanya bingung harus bahasa sederhana versi apalagi biar pasukan sontoloyo itu mengerti!

Pemakluman tingkat dewa ternyata berbatas. Mungkin sudah saatnya para narasumber berita mendapatkan edukasi soal strategi membumihanguskan perusahaan pers abal-abal. Mereka perlu tahu ada langkah-langkah yang harus dilakukan jika terjerat berita bengkok sebengkok bengkoknya bengkok para pewarta.

Bagaimana tidak bengkok, menyandang status wartawan muda, madya, bahkan mungkin utama, ternyata bisa gagal paham soal Sita Jaminan hingga dipersamakan dengan eksekusi. Brooohh, kurang apa so Om Google? Napa uraian pendek soal Sita Jaminan perkara Salihi yang paling mudah dimengerti;

Sita Jaminan itu permohonan, dengan demikian jika dikabulkan maka akan ada penetapan (bukan putusan) oleh hakim. Nah, Dalam SEMA No.5 Tahun 1975 diuraikan hal-hal penting dalam Sita Jaminan antaranya; (1) Barang yang diletakan sita jaminan nilainya tidak melebihi nilai gugat dan (2) Benda yang diletakan Sita Jaminan tetap dalam penguasaan/pemeliharaan si tersita.

Buruhkata dengar bisikan seorang teman. Katanya, para pewarta itu bukan gagal paham, mereka tahu soal Sita Jaminan. Hanya saja katanya, para pewarta itu sengaja menggiring opini untuk menjatuhkan elektabilitas tergugat yang calon bupati itu. Alasannya, mereka berpihak ke calon bupati satunya lagi. 

Ha ha ha, bisikan teman ini terlalu politis. Kamu salah, teman! Kentara lah berita sengaja mengiring opini dan berita gagal paham. Soal berita Sita Jaminan harta salihi dan istrinya, itu asli gagal paham lantaran dungunya pewarta.

Fakta kedunguan jelas terurai dalam berita suguhan Totabuanews.com, Radarbolmongonline.com, termasuk situs berita regional Mediasulut.co. Satu lagi yang terparah, Kotamobagupost.com. Entah media-media lain di BMR apa sama juga? Sayang, Buruhkata malas mengakses semuanya. Yang pasti, banyak media di BMR gagal paham soal Sita Jaminan, namun keempat situs berita tersebut cukup kronis penyakit dungunya.

Dalam berita bertajuk “Salihi Dipastikan Bangkrut, Harta Kekayaan Akan Disita PN Kotamobagu” (https://totabuanews.com/2017/01/salihi-dipastikan-bangkrut-harta-kekayaan-akan-disita-pn-kotamobagu), Totabuanews.com mengurai bahwa Pengadilan Negeri Kotamobagu mengabulkan gugatan penggugat. Astaga! Bukan hanya mencemarkan nama baik dengan memastikan Salihi bangkrut, situs ini juga merangkap hakim dengan kata mengabulkan gugatan penggugat.

Hal yang sama diurai situs Radarbolmongonline.com dalam judul berita “Polemik Penyitaan Harta Papa Da’a” (https://radarbolmongonline.com/2017/01/polemik-penyitaan-harta-papa-daa/). Situs berita grup Jawa Pos ini lengkap menjabarkan isi petitum (permintaan penggugat) gugatan yang dikabulkan. Bujubuneng! Kapan dan siapa yang mengabulkan?

Serupa dengan Radarbolmongonline.com. Situs Mediasulut.com memublikasikan berita berjudul “58 Aset Disita, Massa Salihi Menghadang” (http://mediasulut.co/detailpost/58-aset-disita-massa-salihi-menghadang) yang mengurai soal dikabulkannya petitum penggugat dalam perkara tersebut. (Itu judul ganti. Kata yang butul bukang “Menghadang”, mar “Mengadang”. Kata dasar “Adang” bukang “Hadang”)


Lebih vulgar lagi kedunguan Kotamobagupost.com. Artikel sok panjang-panjang bertajuk “Yasti Vs Salihi? Dibalik ‘Drama’ Piutang Rp6 Miliar (Bagian II)” (https://kotamobagupost.com/2017/02/04/yasti-vs-salihi-dibalik-drama-piutang-rp6-miliar-bagian-ii/) dengan gagah mengurai, “Penggugat Mohammad Wongso akhirnya memenangkan gugatan perdata atas tergugat Salihi Mokodongan”. Entah pewarta situs ini meliput persidangannya di planet mana? Sungguh kelewatan.


Artikel Buruhkata ini jauh dari urusan politik. Hanya saja, puluhan bahkan mungkin ratusan berita serupa soal Sita Jaminan itu nyata merugikan pihak yang diberitakan. Lihat saja ketika Juru Sita Pengadilan Negeri Kotamobagu melaksanakan penetapan sita jaminan yang sempat diadang warga. Tentunya yang mendasari tindakan warga tak lain karena terjerumus berita dungu para pewarta. Sungguh, kalian pewarta jahat! (pinjam gaya ucapan Dian Sastro).  

Dari analisa Buruhkata, teridentifikasi beberapa penyakit para pewarta terkait berita sita jaminan ini. Pertama, gagal paham, itu pastinya; Kedua, tukang copy-paste alias wartawan copas; Ketiga, miskin verifikasi; keempat, otak bebal.

Sekali lagi Buruhkata tegaskan, artikel ini jauh dari urusan politik. Hanya ingin memberi sedikit tips membumihanguskan pewarta beserta perusahaan pers yang terus mempersese’ profesi jurnalis yang mulia ini. Jika Buruhkata jadi Salihi, langkah berikut ini perlu dipertimbangkan untuk menggaruk para pewarta yang nyata melanggar UU Pers beserta kode etik jurnalistiknya. 

Pertama, biarkan para pewarta itu terkaget-kaget tenyata Hak Jawab itu tak bernilai apa-apa. Namanya juga hak, bukan kewajiban. Artinya, terserah hak itu mau dipakai atau tidak, segera lapor ke Dewan Pers! Kemudian tolak semua keputusan mediasi Dewan Pers meski berbunga-bunga sanksi yang diberikan kepada media bersangkutan. Kenapa demikian? Nah, ini yang perlu diketahui. Dewan Pers berwenang antaranya hanya memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian kasus pemberitaan. Tentunya jika pertimbangannya tidak memuaskan dan upaya penyelesaian Dewan Pers kandas, langkah lanjutkan adalah laporan kepolisian! Pasti laporan berproses.

Kedua, jika langkah pertama dirasa berkelok-kelok, ini jurus pamungkas yang mungkin hanya sedikit pelaku media di Indonesia yang tahu. Layangkan gugatan perdata ke pengadilan! Minta ganti rugi atas tercemarnya nama baik. Jangan malu-malu, minta ganti rugi senilai…. Hmmm, berapa ya? Dikira-kira saja nilai tanah dan bangunan kantor media tersebut beserta mesin percetakannya. Tarulah gugat Rp5-10 Miliar. Siapa tahu menang dan dikabulkan ganti ruginya walau cuma Rp1 miliar, lumayan kan buat beli biapong? Hohoho…


ATTENTION: Tips di atas hanya unek-unek Buruhkata saja. Tidak ada niat memanas-manasi para narasumber. Artikel ini spesial ingin membuka mata para pewarta di BMR untuk tidak asal-asalan menulis berita. Jadilah wartawan hebat Menuju Bolmong Hebat.

No comments:

Post a Comment